Saudara-saudaraku yang terkasih dalam Tuhan, Hari ini kita merenungkan pertanyaan yang fundamental: “Siapakah sesama kita?” Pertanyaan ini sering kali muncul dalam benak kita, baik ketika membaca Kitab Suci maupun dalam praktik hidup sehari-hari. Jawaban atas pertanyaan ini dapat menentukan bagaimana kita mengambil sikap dan tindakan terhadap orang lain. Sikap dan tindakan kasih menjadikan dunia penuh damai. Namun kenyataan dalam kehidupan masyarakat, masih banyak ditemukan sikap dan tindakan manusia yang mengarah pada kebencian, permusuhan, dan hasrat untuk menyingkirkan pihak lain yang dianggap tidak sama dengan diri maupun kelompoknya.
Lantas, yang dianggap sebagai sesama adalah mereka yang sama dengan diri dan kelompoknya, sedangkan mereka yang berbeda sering kali dianggap sebagai yang “bukan sesama.” Dampak pemikiran ini besar sekali, di antaranya membentuk pola relasi yang penuh kecurigaan, kebencian, dan konflik. Bacaan Alkitab yang kita dengarkan hari ini (Ulangan 30:9-14, Mazmur 25:1-10, Kolose 1:1-14, dan Lukas 10:25-37) memberikan panduan berharga dalam menjawab pertanyaan fundamental “Siapakah sesama kita?”
Jemaat yang dikasihi Tuhan, Ulangan 30:9-14 mengingatkan kita tentang kesetiaan dan kemurahan Tuhan kepada umat-Nya yang taat kepada perintah Nya. Janji Tuhan diwujudkan dalam berkat melimpah dalam segala aspek kehidupan, menunjukkan kasih dan kepedulian-Nya terhadap kesejahteraan umat- Nya. Namun, janji ini disertai dengan syarat ketaatan. Kepatuhan kepada firman Tuhan bukan beban, melainkan tuntunan yang membawa kebaikan dan kebahagiaan.
Sementara, Mazmur 25:1-10 melukiskan doa seseorang yang bersandar pada kasih setia Tuhan, memohon pengampunan, dan rindu untuk hidup seturut kehendak-Nya. Doa ini mengajak kita berdoa dengan penuh kerendahan hati dan berpengharapan kepada Tuhan, mengakui dosa kita, serta memohon belas kasihan-Nya.
Surat Kolose 1:1-14 menegaskan keunggulan dan kesempurnaan Kristus sebagai Anak Allah, Pencipta Penebus, dan Kepala Gereja. Pemahaman ini penting untuk memperkuat iman kita kepada Kristus dan melawan ajaran sesat. Kemudian, Injil Lukas 10:25-37, melalui perumpamaan “Orang Samaria yang Baik Hati,” mengajarkan definisi baru tentang “sesama manusia.” Perikop ini menantang cara pandang kita yang sering kali membatasi kasih hanya pada orang- orang yang dekat dengan kita dan yang dianggap sama dengan kita. Tuhan Yesus menegaskan bahwa kasih dan kepedulian nyata, dan bukan ras atau agama, yang menentukan siapa yang layak untuk ditolong.
Saudara-saudara terkasih, Perenungan Firman hari ini mengajak kita hidup taat kepada Tuhan, karena ketaatan adalah kunci untuk menerima berkat dan kebahagiaan. Berdoa dengan penuh kerendahan hati dan berpengharapan kepada Tuhan, membangun hubungan yang dekat dengan Allah. Kita diundang untuk memperluas makna kasih, menunjukkannya kepada semua orang yang membutuhkan, tanpa memandang ras atau agama.
Mari kita bayangkan sebuah ruangan yang gelap. Di tengah ruangan, terdapat sebuah lilin yang menyala. Cahaya lilin itu kecil dan redup, namun mampu menerangi ruangan di sekitarnya. Semakin banyak lilin yang dinyalakan, semakin terang ruangan itu. Cahaya kasih yang kecil, meskipun tampaknya tidak berarti, dapat menerangi hati orang lain dan membawa kehangatan dalam kehidupan. Ketika kita menunjukkan kasih kepada orang lain, kita bagaikan menyalakan lilin di dalam hati mereka. Semakin banyak kasih yang kita bagikan, semakin terang dunia ini. Marilah kita jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan wujudkan kasih dalam tindakan nyata kepada semua orang. Dengan demikian, kita dapat mengalami kehidupan yang penuh berkat dan damai sejahtera. Amin.
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/