Artikel GKJ Kronelan

Saudara-saudari terkasih, Bulan keluarga menjadi momentum berharga bagi kita untuk merenungkan bagaimana keluarga kita menjadi tempat yang strategis untuk bertumbuh dalam iman. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks— perkembangan teknologi, perubahan nilai sosial, tekanan ekonomi, serta derasnya arus informasi— keluarga Kristen dipanggil untuk tetap menjadi ecclesia domestica (gereja rumah tangga), gereja kecil yang membangun karakter setiap anggotanya, terutama dalam hal bersyukur.

Mengapa bersyukur begitu penting dalam kehidupan keluarga? Dalam realitas kehidupan, sering kali kita lebih mudah mengeluh daripada bersyukur. Tantangan ekonomi, pekerjaan, pendidikan anak, hingga pengaruh negatif media sosial dapat membuat kita lupa bersyukur. Di sisi lain, kemudahan hidup yang kita alami tidak dapat menjamin kita menjadi pribadi yang lebih bersyukur. Kisah Namaan yang terkena sakit kusta yang dalam konteks ini tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial dan religius, karena dalam budaya saat itu, penyakit ini sering dikaitkan dengan hukuman atau kenajisan.

Namun keadaan tersebut tidak membuat Naaman putus asa, dan akhirnya Naaman mengalami kesembuhan. Melalui kesembuhannya Naaman mendapat pengalaman spiritual: percaya kepada Allah dan bersyukur: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Karena itu terimalah pemberian dari hambamu” (ay.15). Kesembuhan yang dialami Naaman menjadi kesaksian bagi kita tentang kebaikan Tuhan. Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib menjadi bukti bahwa Tuhan itu pengasih dan penyayang.

Mazmur mengajarkan bahwa umat Tuhan harus selalu mengingat dan bersyukur atas perbuatan-Nya. Mazmur ini juga menegaskan bahwa Tuhan itu setia, adil, berdaulat, dan murah hati. Dia bukan sekadar Allah yang jauh, tetapi aktif dalam kehidupan umat- Nya. Melalui karya-Nya yang besar, umat dipanggil untuk merenungkan, mengingat, dan hidup dalam takut akan Tuhan, karena itulah jalan menuju hikmat sejati. Namun apakah semua manusia yang sudah mengalami kebaikan Tuhan mampu bersyukur?

Injil Lukas 17:11-19 memberikan pembelajaran yang menarik tentang bersyukur. Di sini diceritakan mengenai kesembuhan sepuluh orang berpenyakit kulit yang menajiskan (ay.11). Dari sepuluh orang yang mengalami pentahiran, hanya satu dari mereka yang kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring. Hal ini menyoroti bahwa kesembuhan fisik tidak selalu diikuti oleh kesadaran rohani. Yang artinya ingin menjelaskan bahwa tidak semua orang yang menerima berkat Tuhan memiliki hati yang bersyukur.

Satu orang yang kembali kepada Yesus adalah orang Samaria. Rasa syukur sejati membawanya untuk mengungkapkan pujian kepada Allah. Ia sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Melalui orang Samaria, kita diingatkan bahwa keselamatan yang Yesus berikan tidak sekadar kesembuhan secara fisik, melainkan juga pembaharuan secara rohani. Pengalaman orang Samaria berjumpa dengan Yesus memampukannya untuk bangkit saat tersungkur dan memiliki hati yang mampu bersyukur.

Keluarga Kristen berperan sebagai ecclesia domestica, gereja kecil yang membangun iman, membentuk karakter, dan mewujudkan kasih Kristus di tengah dunia. Orang tua dengan segala perkataan dan tindakan sudah semestinya menjadi teladan, pewarta sekaligus guru iman pertama bagi anak mereka.

Semoga keluarga kita menjadi ecclesia domestica, tempat di mana iman setiap anggota bertumbuh, sehingga di tengah tantangan zaman tidak terus tersungkur, namun tetap kuat dalam Tuhan dan bersyukur . Amin.

Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × 3 =