Artikel GKJ Kronelan

Kemuliaan adalah konsep yang penting dalam banyak tradisi dan keyakinan, termasuk dalam Alkitab. Namun, kemuliaan menurut dunia sering kali berbeda dengan kemuliaan menurut ajaran Alkitab. Kemuliaan menurut dunia sering kali dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan prestasi, kekayaan, status sosial, kekuasaan, dan pengakuan manusia. Kemuliaan duniawi sering kali dinilai berdasarkan faktor-faktor eksternal dan pencapaian yang terlihat oleh masyarakat. Kemuliaan dunia sering kali dilihat dari pencapaian seseorang dalam karier, pekerjaan, atau dunia hiburan. Ini termasuk pengakuan, penghargaan, dan pujian yang diterima dari orang lain.

Kemuliaan menurut Alkitab, khususnya menurut bacaan Injil hari ini memiliki pemahaman yang sangat berbeda. Dalam Alkitab, kemuliaan tidak selalu berkaitan dengan kekayaan atau prestasi pribadi, melainkan dengan kerendahan hati, pengorbanan, dan pelayanan kepada sesama. “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan” melalui penyaliban-Nya, Yesus akan menunjukkan kemuliaan-Nya, dan melalui kematian- Nya, Allah akan dimuliakan. Kemuliaan Kristus adalah merendahkan diri jadi manusia, rela menderita dan sengsara sampai mati di kayu salib karena kasih-Nya kepada manusia berdosa. Dengan demikian semakin jelas bahwa kemuliaan Allah berbeda dengan konsep kemuliaan menurut dunia. Kemuliaan menurut Allah adalah saat-saat bersedia berkurban, merendahkan diri sebagai wujud kasih kepada orang lain seperti yang tersirat dalam Injil Yohanes 13:31-32.

Kemuliaan menurut Alkitab sering kali diukur berdasarkan ketaatan kita terhadap kehendak Tuhan dan hidup menurut prinsip-prinsip-Nya. Dalam bacaan Injil Yohanes 13: 31-35 Tuhan Yesus memberikan perintah baru yang sangat penting bagi kehidupan setiap pengikut-Nya: “Hendaklah kamu saling mengasihi. Kasih Yesus kepada murid-murid- Nya, yang tidak hanya menunjukkan kasih dalam kata- kata tetapi juga dalam tindakan nyata, terutama dengan mengorbankan diri-Nya untuk mereka, menjadi teladan utama bagi setiap orang yang mengikut-Nya.

Saling mengasihi harus diwujudkan dalam kasih tanpa diskriminasi, kasih tanpa pilih-pilih, kasih tanpa memandang latar belakang. Kasih tanpa diskriminasi tidaklah mudah karena kita cenderung mengasihi orang-orang tertentu saja: yang baik terhadap kita, yang memiliki pertalian darah, yang memiliki kesamaan-kesamaan dengan kita.

Anak-anak Tuhan diminta untuk mengasihi semua orang tanpa kecuali. Berita ini dapat dilihat dengan jelas dalam bacaan pertama hari ini dari Kisah Para Rasul 11:1-18. Rasul Petrus dan murid-murid yang lain diperbarui pemahamannya tentang siapakah sesama yang harus dikasihi. Allah mengasihi semua orang tanpa memandang latar belakang orang tersebut. Oleh karenanya setiap murid Kristus diminta untuk mengasihi semua orang tanpa adanya diskriminasi. Dalam Kisah Para Rasul 11:1-18, diskriminasi menjadi tema yang sangat penting. Peristiwa yang diceritakan dalam bagian ini menunjukkan bagaimana diskriminasi yang terjadi antara orang Yahudi dan non-Yahudi (bangsa-bangsa lain) mulai dipatahkan oleh Allah melalui wahyu-Nya kepada Petrus.

Dalam Kisah Para Rasul 11:1-3, para rasul dan saudara-saudara di Yudea terkejut ketika mendengar bahwa Petrus, seorang rasul yang saleh, telah mengunjungi rumah Kornelius, seorang perwira Romawi yang bukan orang Yahudi, dan makan bersama dengan keluarganya. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum Yahudi, dan karena itu, mereka mempertanyakan tindakan Petrus.

Petrus tidak membela dirinya secara pribadi, melainkan menjelaskan bahwa apa yang terjadi adalah perintah langsung dari Allah. Dalam Kisah Para Rasul 11:4-17, Petrus menceritakan visi yang dia terima di mana Allah menunjukkan kepadanya bahwa tidak ada yang najis atau ter kotori jika Allah telah menyucikannya. Visi ini menggambarkan perubahan besar dalam pandangan mengenai orang non-Yahudi.

Pesan dari Kisah Para Rasul 11:1-18 sangat relevan dengan tantangan kita hari ini terkait diskriminasi rasial, sosial, dan budaya. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengasihi sesama tanpa memandang ras, suku, atau status sosial. Kasih Kristus mengatasi semua perbedaan dan mempersatukan kita dalam iman. Menjadi saksi kemuliaan-Nya berarti bersedia merendahkan diri, berkurban bagi orang lain dengan dasar kasih kepada semua orang tanpa diskriminasi. Menjadi saksi kemuliaan- Nya berarti mengasihi sesama tanpa diskriminasi.

Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/

By Admin