Artikel GKJ Kronelan

Jemaat yang dikasihi Tuhan, Napoleon Bonaparte pernah mengatakan: “Di antara mereka yang tidak menyukai penindasan, banyak yang suka menindas.” Bukankah ini sebuah kemunafikan? Namun mirisnya inilah kenyataan. Banyak sekali orang berdiskusi dari jalanan, media sosial hingga media utama yang mengutuk para pelaku penindasan. Namun dirinya sendiri sering menindas keluarga, jemaat, pekerjanya dan masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya mewujudkan hidup yang berintegritas.

Itulah mengapa kita perlu belajar pada pengajaran Kristus untuk tidak menjadi abu-abu dan munafik, serta jujur pada diri sendiri. Sebagaimana pertentangan yang membawa pemisah yang jelas antara sisi satu dengan sisi yang lain, dan pemisah itu disebut dengan Api. Sebagaimana kita ketahui “api” dalam Perjanjian Lama dan baru, sering menjadi simbol dari kemurkaan Allah dan penyucian atau pemurnian. Maka jika kita melihat konteks pengajaran Kristus yang tegas tentang pemisah dan pertentangan di sini, kita bisa melihat bahwa maksud Api di sini adalah pemurnian. Artinya dibutuhkan ketegasan dan keberanian untuk menerima api yang memurnikan, untuk menentukan posisi kita ada di mana. Apakah kita sungguh murni mengikut Yesus atau kita memilih untuk berpura-pura mengikut- Nya?

Perkataan Yesus bahwa Ia tidak membawa damai melainkan pertentangan adalah sebuah penekanan bahwa posisi Yesus memang tidak bisa berdamai atau berkompromi dengan apa yang sedang Ia lawan yakni dosa, terutama dalam bentuk kemunafikan. Kemunafikan yang saat itu marak adalah penindasan umat dengan kedok/topeng kewajiban keagamaan. Pemuka agama yang tampak lembut dan bersih dalam melaksanakan kewajiban agama namun justru menindas umat dan abai pada penindasan dan kemiskinan yang terjadi.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Untuk menghindarkan diri kita dari kemunafikan yang melanggengkan penindasan serta kemiskinan, karena sering berkompromi dengan dosa. Maka kita perlu belajar dari Nabi Yeremia yang mengajarkan bahwa setiap kita dipanggil sebagai seorang nabi. Ini pun menjadi refleksi bagi kita dalam mensyukuri kemerdekaan Indonesia. Setiap kita juga dipanggil untuk berani menjadi nabi. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah kita memilih menjadi nabi siapa? Apakah kita memilih berani menjadi nabi Tuhan Allah yang kemudian mengalirkan air kehidupan bagi bangsa kita Indonesia. Atau justru kita menjadi nabi Baal dan Molokh yang mengalirkan racun bagi sesama dan alam, yang merusak, membusukkan, mematikan dan membinasakan bangsa kita melalui tutur kata dan perbuatan kita. Dengan cara kita melacurkan diri atau menjual iman kepada dunia; serta menumbalkan orang lain bahkan bangsa kita demi kepentingan dan memperkaya kita, dengan mengeksploitasi atau menjajah sesama, alam dan bahkan korupsi?

Jemaat yang dikasihi Tuhan Sebagaimana panggilan sebagai nabi-nabi Allah, setiap kita diberikan wewenang dan tanggung jawab dalam peran kita masing masing. Maka kita perlu dituntun oleh hikmat dan pengetahuan. Sebagaimana kata bijak dari Francis Bacon: “Pengetahuan adalah kekuasaan.” Bahwa kekuasaan haruslah berdasarkan pengetahuan dan hikmat. jika tidak maka kekuasaan akan menjadikan seorang penguasa menjadi penjajah yang begitu beringas dan arogan.

Jemat yang terksih, kita perlu memiliki keberanian dan ketekunan. Keberanian dan ketekunan itu perlu kita latih melalui semangat syukur kemerdekaan Indonesia dengan belajar kepada para penerima Surat Ibrani. Penerima Surat Ibrani sedang dalam keadaan tertindas dan dianiaya, keadaan yang buruk untuk bertahan hidup maupun bertahan dalam iman. Itulah mengapa Penulis Surat Ibrani berupaya menguatkan iman jemaat; sehingga mereka mampu menjalani kehidupan dalam pengharapan, serta berupaya mengatasinya.

Muatan teologis dalam bacaan saat ini adalah iman menjadi fondasi dalam memperjuangkan dan meraih kemenangan. Contoh contoh yang diajukan penulis membuat jemaat dan kita tentu tergugah untuk terus beriman dan berpengharapan sehingga dimampukan untuk meneruskan perlombaan yang diwajibkan. Maka iman dan kewajiban adalah sebuah kemestian, selalu beriringan. Sehingga menjadi kekuatan untuk berjuang dan menerjang rintangan dengan ketekunan. Mengingat rintangan pada jaman sekarang juga begitu berat, baik kemiskinan, penindasan, ketidakadilan dan perselisihan. Namun demikian kita harus memiliki kesadaran iman bahwa semua itu adalah proses perlombaan iman seumur hidup seraya terus mengarahkan hati kepada Kristus. Sebab dengan mengarahkan hati kita kepada Kristus senantiasa akan menolong kita untuk menjalani perlombaan tersebut hingga pada kesempurnaan. Amin.

Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

13 + thirteen =