Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara, jemaat Tuhan yang terkasih, Akhir-akhir ini, di media sosial, saya memperhatikan ada banyak orang senang mem- posting cuplikan khotbah-khotbah para pendeta yang viral. Sebelumnya, kita juga pernah menyaksikan trend orang menulis status atau story media sosial yang isinya kutipan ayat ayat Alkitab. Tentu saja ini sesuatu yang baik dan tidak salah. Namun demikian, jika kita perhatikan, biasanya bagian khotbah yang di- posting atau ayat Alkitab yang dikutip kebanyakan masih berkisar pada soal kehidupan iman yang bersifat pribadi.
Banyak orang dewasa ini yang masih sibuk menyoal kesalehan-kesalehan yang sifatnya pribadi. Padahal, kesalehan juga punya dimensi sosial lho! Artinya, kesalehan bukan hanya soal seberapa sering Saudara dan saya membaca Alkitab, berdoa, berpuasa, bersaat teduh, beribadah di gereja, memberi persembahan, mendengarkan dan menyanyikan lagu rohani, dan lain-lain. Kesalehan adalah juga soal bagaimana kita mendoakan, mengupayakan, dan menjaga terciptanya peradaban yang adil, damai, dan sejahtera di antara manusia yang satu dengan yang lain.
Barangkali kita, warga dari gereja-gereja yang disebut gereja arus utama bisa memulai budaya baru dalam hal pewartaan sabda melalui media sosial. Alangkah baiknya kalau kita juga menggarami media sosial dengan posting-posting yang lebih segar, menarik, sekaligus inspiratif, yang mengangkat mengenai kesalehan sosial – bagaimana mewujudkan keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan di tengah kehidupan yang semakin keras akhir-akhir ini.
Sahabat-sahabat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, Bicara soal kesalehan sosial, Nabi Amos mengecam orang-orang yang senang menindas sesamanya. Digambarkan oleh Amos bahwa para predator sosial itu seperti orang yang menunggu- nunggu kesempatan dalam kesempitan untuk mengeksploitasi mereka yang lemah. Begitu perayaan Bulan Baru atau hari Sabat berlalu, mereka bersegera melakukan praktik-praktik ketidakadilan dengan menjalankan kecurangan dalam berdagang atau memanfaatkan kondisi penderitaan dan keterpaksaan orang-orang lemah dan miskin demi meraup keuntungan. Para penindas ini juga munafik karena seolah-olah bersikap agamis, menghargai hari-hari raya agama, namun di sisi lain mereka “menari di atas penderitaan” sesamanya.
Penindasan atas sesama manusia dapat mendatangkan kesengsaraan yang berdampak luas apalagi jika yang melakukan penindasan adalah penguasa atau pemerintah. Karena itulah, Rasul Paulus mengingatkan Timotius sebagai pemimpin jemaat Tuhan di Efesus, agar dengan sungguh-sungguh mendoakan “raja-raja dan semua pembesar”, yaitu mereka yang memegang kekuasaan, agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ada di tangannya untuk menindas, melainkan menciptakan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat.
Umat terkasih, Sebagai pengikut Kristus, kita perlu memiliki keberpihakan yang jelas, yaitu kepada mereka yang lemah, miskin, tertindas, dan berkebutuhan khusus. Yesus menggambarkan keberpihakan kepada yang tertindas ini melalui perumpamaan sang bendahara yang tidak jujur, dimana sang bendahara, demi menyelamatkan hidupnya di masa depan, beralih keberpihakan, dari memihak sang tuan yang punya uang, kepada keberpihakan pada para peminjam, yang tertindas karena beban hutang dan bunga yang sangat besar.
Saudara-saudara terkasih di dalam Kristus, Sabda Tuhan hari ini memberikan pencerahan bagi kita untuk membangun hidup dalam kesalehan. Kesalehan tidak berhenti pada ritual- ritual dan disiplin-disiplin rohani pribadi saja – betapa pun itu baik sebagai sarana pemeliharaan iman. Kesalehan yang sejati haruslah nyata dalam relasi kita dengan sesama. Hidup dalam kesalehan berarti hidup dalam ketaatan kepada Allah, yang berpihak pada orang-orang yang lemah dan tertindas. Jika Allah berpihak pada mereka yang lemah, kita pun harus juga demikian. Kita pun juga diundang untuk menggunakan waktu, talenta, kemampuan, bahkan harta kita untuk memberdayakan yang miskin dan tertindas. Amin.
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/