Artikel GKJ Kronelan

Jemaat yang dikasihi Tuhan. Mengapa kita perlu memberi diri untuk diubah oleh Cinta? Sebab menjadi keprihatinan adalah tentang perilaku diri serta keadaan sosial dan bangsa kita. Kemerosotan moral di tengah lancarnya kegiatan kerohanian dan keagamaan menjadi keprihatinan pula pada masa sekarang. Menjadi sebuah ironi di saat begitu banyaknya kegiatan keagamaan di bangsa ini; namun pada sisi lain juga kemaksiatan, korupsi, pelanggaran hukum, dan ketidakbenaran seolah diwajarkan. Mengapa hal tersebut terjadi? Tentu disebabkan kita mungkin telah seperti bangsa Israel yang jauh dari Firman dan ajaran Tuhan(ay 1).

Demikian pula kita yang selama ini mungkin tidak berupaya bersedia memberi diri diubah oleh Cinta, karena tidak menghayati dan menghidupi pengajaran Tuhan. Seolah kita hanya butuh Firman dan pengajaran Tuhan dalam konteks berkat dan janji-Nya saja di saat terpuruk. Namun Firman dan Pengajaran Tuhan tentang pengampunan, berpelayanan, bersyukur, pertobatan, pengorbanan diri, kepedulian, kerukunan tidak kita indahkan.

Meskipun demikian, Tuhan masih memberikan kesempatan memperbaiki diri dengan menyatakan Cinta-Nya yang melampaui dan mengatasi dosa. Digambarkan dosa yang merah seperti kirmizi dapat dibasuh hingga putih. Refleksinya bagi kita adalah dosa kita begitu pekat, kuat sekaligus menjijikkan seperti ulat. Namun sepekat, sekuat dan menjijikkan seperti apa pun kita di hadapan Tuhan, Tuhan tetap berkenan membasuh kita dengan Cintanya hingga kita menjadi putih atau murni. Pertanyaannya adalah maukah kita menerima Cinta yang membasuh dan memurnikan itu?

Jemaat yang dikasihi Tuhan, wujud kita mau menerima Cinta yang membasuh dan memurnikan, tentu dengan pertobatan yang nyata. Dan puncak dari sebuah pertobatan bukan hanya sungguh menghidupi penyesalan namun juga menjadi pengajaran dan menjadikan penyesalan itu inspirasi agar juga dilakukan oleh banyak orang. Sebab pertobatan bukanlah sebuah ritus saja namun haruslah berdampak nyata kepada banyak orang, yang oleh Daud pertobatannya mengajak dan mengajarkan kepada bangsanya agar disebut “berbahagia.” Artinya pertobatan yang nyata seharusnya membawa kebahagiaan bersama.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Dengan semangat pertobatan yang menghadirkan kebahagiaan bersama. Maka kita perlu mewujudkan pertobatan tersebut dengan memberi diri untuk diubah oleh Cinta-Nya. Diubah karakter, perbuatan dan tutur kata kita agar semakin seturut dengan kehendak-Nya, semakin dimurnikan untuk menjadi pribadi yang semakin baik dan dewasa. Sungguh ironis bila selama ini, bahkan selama menjadi orang percaya masih menjadi pribadi yang mengumbar nafsu, ambisi, keserakahan, ketidakpuasan dan tuntutan; atas apa yang kita mau dan kita rasakan bahkan dengan eksploitasi, kekerasan dan penindasan, jika demikian kita telah menjadi pribadi yang berbahaya dan terkadang tidak menyadarinya. Karena itu kita perlu mengakui bahwa kita masih belum dewasa dan tidak peduli dampak buruk perbuatan dan perkataan kita kepada sesama dan ciptaan-Nya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Bahkan ketidakdewasaan kita juga bisa meracuni ke dalam komunitas, gereja dan masyarakat kita. Cara-cara seperti sangat memprihatinkan, sudah terjadi di jaman jemaat Tesalonika yang mengalami penganiayaan karena perbedaan bahkan hingga pada masa kini. Karena itu kita diajak bersama dengan jemaat Tesalonika untuk memiliki perilaku yang berbeda dari dunia; dan lebih dewasa dan beradab.

Jemaat yang dikasihi Tuhan, Meskipun ajakan tersebut tentu tidak mudah, namun Paulus juga tidak menuntut jemaat melampaui batas kemampuan mereka, dengan mengatakan “dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu”, artinya Tuhanlah yang akan berkarya jauh lebih berdampak melalui kebaikan-kebaikan kecil yang kita lakukan. Yang terpenting adalah kita dan jemaat Tesalonika berupaya menjadi lebih baik dan berbuat baik, sisanya kita serahkan kepada Tuhan yang akan menyempurnakannya.

Jemaat yang dikasih Tuhan. Agar semua proses pertobatan, yang berbuah pada upaya perubahan pribadi yang semakin baik dan dimurnikan; tentu kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa mengerjakannya sendiri. Sebab kita tidak mampu, maka kita perlu dorongan dari rasa syukur yakni rasa haru akan cinta Tuhan senantiasa kita terima. Sebagaimana Zakheus yang menerima Cinta Tuhan, bahkan menyambutnya dengan begitu istimewa.

Yang perlu menjadi permulaan dan dasar dari segala upaya perubahan itu adalah bagaimana kita menerima dan menyambut cinta Yesus dengan sepenuh hati. Oleh karena itu marilah kita memiliki antusiasme Zakheus dalam menyambut Kristus. Sehingga kita bisa merasakan cinta- Nya dalam keseharian kita, yang kemudian kita juga bisa berupaya membaharui hidup kita untuk semakin baik, semakin dewasa dan semakin dimurnikan oleh cinta-Nya. Amin.

Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 × three =