Artikel GKJ Kronelan

Adven Minggu ke-3 adalah Minggu Gaudete atau Minggu sukacita. Tetapi bagaimana bila kita sedang dalam keadaan yang berat dan tidak nampak tanda-tanda perbaikan. Mungkinkah kita menghayati keadaan seperti ini dengan sukacita?

Dalam Mazmur 126 tema sukacita dirangkai menjadi pengharapan keadaan prihatin. Petani yang menangis saat menabur benih berharap akan panen dengan sukacita karena hasilnya baik dan melimpah. Tidak ada jaminan hasilnya pasti baik, tapi tetap menabur karena ada pengharapan. Adven yang menyongsong Natal juga mengingatkan kembali pada harapan akan pemulihan Allah sebab kita akan selalu membutuhkan pemulihan Allah.

Tentu kita tidak bisa bersukacita karena penderitaan, tapi kita bisa bersukacita karena sekalipun menderita namun tetap ada pengharapan. Memang pengharapan memberi kekuatan bagi kita, tapi bisa juga kenyataan yang tidak sesuai dengan pengharapan justru menimbulkan kekecewaan atau mungkin keputusasaan. Jika kita menghayati pengharapan dengan benar maka pergumulan dan perjuangan yang dijalani dapat memberikan makna dan tidak perlu dikuasai perasaan kecewa dengan keluh-kesah. Untuk itu kita perlu menyadari bahwa pengharapan dalam Tuhan membutuhkan hati yang murni untuk mencari kehendak Tuhan. Bisa jadi pengharapan kita sesungguhnya bukan pengharapan dalam Tuhan tetapi pengharapan yang intinya adalah keinginan diri atau bahkan ambisi.

Akan ada perbedaan bagaimana menghayati pengharapan, saat kenyataan yang dihadapi demikian berat dan belum ada tanda-tanda perbaikan. Dalam hati yang mencari kehendak Tuhan, kita akan dimampukan memaknai kenyataan hidup sebagai sebuah proses pemurnian dan menjalaninya dengan sukacita. Tapi bagi yang pengharapannya berdasarkan keinginan diri akan kesulitan merasakan damai sejahtera apalagi sukacita. Maka dalam Minggu Gaudete, Minggu sukacita ini mari kita hayati pemurnian hati kita dari ambisi-ambisi diri. Bahkan dengan memurnikan hati kita dapat dipakai menjadi saksi sehingga hidup kita lebih bermakna.

Adven adalah waktu menunggu datangnya rahmat Allah. Salah satu kemungkinan kesulitan kita melihat rahmat Allah adalah karena kita membatasi diri sebagai objek penerima rahmat Allah, dan belum terpanggil menjadi pemberi/penyampai rahmat Allah. Oleh karenanya kita perlu memurnikan hati dari ambisi diri untuk mencari kehendak Allah dan siap diutus oleh Allah.

Tugas kita orang percaya adalah mengarahkan hidup sepenuhnya dalam kemurnian yang Allah tawarkan. Misalnya selalu bersukacita, tekun berdoa, bersyukur dalam segala hal, untuk melakukan yang baik dan menjauhkan diri dari setiap bentuk kejahatan. Itu semua adalah cerminan dari menyambut pengharapan dalam Tuhan. Paulus memastikan bahwa Allah penuh rahmat dan setia. Namun di sisi lain kita perlu menyambut rahmat Allah dengan sukacita dalam kesungguhan dan kemurnian hati.

Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/

Ibadah Natal 2024 dan Tahun Baru 2025