Jemaat yang mengasihi Tuhan, Dalam Injil Matius 18:15-20, Yesus mengajarkan murid-murid untuk memberikan teguran bagi sesamanya yang jatuh dalam dosa. Mari kita perhatikan beberapa hal penting yang diajarkan Yesus ini: (1) “Tegurlah dia”. Seseorang yang berdosa perlu disadarkan akan dosanya. Bukan dicela, namun disadarkan akan keberadaan dosanya. Dengan demikian, ajaran Yesus ini juga mendorong murid-murid-Nya agar tetap mampu menyuarakan suara kenabian mereka bahkan ketika yang jatuh dalam dosa adalah orang terdekat mereka sendiri, yakni saudara-saudara seiman mereka sendiri. (2) “Di bawah empat mata”, kata-kata ini mengandung maksud bahwa upaya penyadaran akan dosa ini pertama-tama bukan suatu proses pengadilan jemaat, melainkan usaha pendamaian yang tetap berdasarkan kasih secara persaudaraan dan privat. Dan semuanya pada dasarnya dilakukan dengan kasih.
Memang, kasih seharusnya selalu menjadi dasar dalam kehidupan berjemaat. Dalam surat Roma 13:8-14, Rasul Paulus dengan jelas juga menegaskan hal ini. Misalnya di ayat 10, dikatakan: Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Oleh sebab itu, hidup berjemaat tidak boleh mengabaikan kasih, baik kasih terhadap sesama jemaat maupun umat lainnya. Inilah wujud ibadah yang sejati karena kita bisa mewujudkan kasih Tuhan dalam kehidupan kita.
Jemaat yang dikasih Tuhan dan yang mengasihi Tuhan, Ada orang yang punya pandangan bahwa ibadah itu hanya terbatas di hari Minggu, khususnya pada saat kita pergi ke gereja. Hari Minggu dianggap harinya Tuhan, sedangkan hari Senin sampai Sabtu dianggap hari-hari biasa saja. Pandangan semacam ini bisa mendorong seseorang hanya saleh di hari Minggu saja. Di hari-hari lainnya, orang-orang ini tanpa ragu-ragu bisa berbuat dosa mengikuti cara-cara dunia yang tidak percaya pada Allah. Misalnya, di hari Minggu harus jujur, karena hari Minggu harinya Tuhan. Akan tetapi, di hari-hari lainya, tidak jujur ya tidak apa-apa, sikut sana-sikut sini boleh saja, yang penting bisnis kita sukses.
Sesungguhnya, yang namanya ibadah itu tidak terbatas pada hari Minggu. Kata ibadah dekat dengan kata Ibrani, Abodah. Kata Abodah ini mengandung makna bekerja atau berkarya. Bekerja atau berkarya tidak hanya terbatas pada hari Minggu dalam upacara keagamaan, namun juga bekerja atau berkarya setiap hari dalam hidup keseharian kita.
Kita perlu mengingat apa yang dikatakan oleh seorang bapak gereja bernama Chrysostomus. Ia berpandangan bahwa sesungguhnya ada dua altar dalam kehidupan orang percaya. Altar pertama berada di gereja, sedangkan altar kedua berada di dunia, dalam kehidupan sehari-hari. Di altar pertama, kita mewujudkan kesalehan kita di hadapan Allah dengan mendengarkan firman Allah, sedangkan di altar kedua, di dunia ini, kita mewujudkan firman Allah yang telah kita dengar dari altar pertama dalam altar kedua kita, yakni dalam kehidupan sehari-hari kita.
Oleh karena itu, jangan sampai kita mengabaikan kasih kita kepada sesama sehingga malah tidak bertumbuh. Kita memang menyadari bahwa kita ini hidup di dunia yang sering mengabaikan belas kasih pada sesama. Kita hidup di dunia yang sering berkompetisi daripada bekerja sama. Kita hidup di dunia yang sering kehilangan bela rasa pada sesama terutama mereka yang beda kelompok, suku, partai politik, dan agama. Meski inilah gaya hidup yang ditunjukkan dunia, Anda bukan seorang psikopat. Anda, kita, diutus untuk mewujudkan kasih bagi sesama. Ibadah semestinya selalu menjadi tanda mewujudkan kasih pada sesama. Amin
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/