Jemaat terkasih, sering kali Ibadah pada hari Minggu terlalu menjadi perhatian, tetapi manakala ibadah dalam keseharian terlalu diabaikan. Sehingga seringkali perilaku keseharian kita kontras dengan perilaku ketika beribadah di hari Minggu. Pada hari Minggu kita diingatkan dengan hukum kasih, namun perilaku sehari-hari kita jauh dari kata kasih itu sendiri. Patut kita bertanya, bagaimana Tuhan ketika merasakan perbedaan yang begitu tajam antara ibadah kita di hari Minggu dengan ibadah di dalam keseharian kita
Pada bacaan Matius 18:21-35 terdapat pesan yang kuat dari pengajaran Yesus kepada murid-muridNya. Ketika itu Petrus bertanya kepada Yesus tentang seberapa jauh toleransi atau kasih dapat diberikan kepada sesama yang telah berdosa kepada dirinya. Yesus menjawab melebihi dari apa yang dapat dibayangkan oleh Petrus yakni sebanyak 70 kali 7 kali. Kemudian Yesus mengajarkan perumpamaan tentang seorang raja yang mengadakan perhitungan kepada hambanya. Raja tersebut tergerak oleh belas kasihan sehingga membebaskan dan menghapuskan hutang hambanya itu. Tetapi hamba itu justru menangkap dan mencekik hamba yang lain supaya membayar lunas hutangnya. Oleh karena sikap hamba tersebut, raja memanggil kembali dirinya dan marah kepadanya. Raja tersebut berkata, “Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” Pada akhir perikop ini Yesus menegaskan bahwa Bapa yang di sorga akan berbuat demikian kepada murid-muridNya.
Mengampuni sebagaimana diampuni. Mengasihi sebagaimana dikasihi. Menerima sebagaimana diterima. Sepatutnya ada kesinambungan antara apa yang telah menjadi tindakan Allah kepada manusia dengan respons manusia atas hal tersebut melalui perbuatan kepada sesamanya. Allah akan menindak tegas ketika terjadi ketidaksinambungan dari kedua hal tersebut.
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Kembali kita mengintropeksi diri. Manakala laku kehidupan kita sehari-hari terasa jauh dan tak sinambung dengan laku peribadatan kita di hari Minggu. Ketika ibadah
hanya menjadi ibadah pada hari Minggu saja. Tanpa keseriusan menjalani liturgi keseharian dalam hidup sehari-hari. Menjaga laku hidup dan relasi dengan sesama. Bukankah itu akan menjadi tidak berkenan di hati Tuhan?
Saat ini kita diingatkan oleh sabda Tuhan untuk menyelaraskan ibadah hari Minggu dengan ibadah di dalam hidup keseharian kita. Sekaligus diingatkan melalui tema kita menempatkan ibadah sebagai tanda keselamatan. Suatu tanda atau simbol tentu memiliki makna yang sepatutnya dihayati. Ibadah sebagai tanda merupakan sesuatu yang sepatutnya diperingati untuk menghadirkan kembali dalam kehidupan kita bersama peristiwa-peristiwa manakala Allah yang penuh cinta kasih itu bertindak menyelamatkan diri kita manusia berdosa ini. Menghadirkan kembali karya penyelamatan Allah dalam kehidupan bersama dapat dilakukan seraya memberi sikap saling menerima dan mengampuni tanpa harus saling menghakimi antara satu orang dengan orang yang lain. Membuka ruang hati yang besar untuk mengampuni dosa sesama kita pada diri kita, sebagaimana Tuhan membuka hatinya untuk mengampuni dan menerima kita yang telah berdosa kepada-Nya. Dengan sikap seperti itulah ibadah dapat benar-benar menjadi suatu sarana bagi pemeliharaan keselamatan di dalam kehidupan bersama jemaat.
Bapak ibu saudara saudari terkasih. Marilah menyelaraskan ibadah keseharian kita masing – masing dengan penuh kasih bersikap saling mengasihi dan menerima, serta sepenuh hati memberi pengampunan. Tidak mudah, namun Tuhan akan selalu memampukan. Selamat saling menerima dalam laku ibadah keseharian kita. Amin
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id/
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi/