Jemaat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, Kita patut bersyukur karena memasuki Minggu Paska keempat. Tema yang akan kita renungkan adalah “Digembalakan untuk memulihkan dan mendamaikan”. Saat mendengar kata penggembalaan atau digembalakan, apa yang Saudara bayangkan?
Banyak anggota jemaat beranggapan bahwa kata penggembalaan atau digembalakan adalah satu kata yang mengerikan! Ada yang menganggap bahwa penggembalaan adalah suatu aib yang akan dibawa hingga mati. Sumber dari pemahaman ini karena di masa lalu penggembalaan dikaitkan dengan pemberian sanksi atau hukuman bagi warga gereja yang melakukan dosa. Proses yang dijalankan lebih mengedepankan pemberian sanksi atau hukuman pada seseorang yang berdosa, bukan memulihkan seseorang dari keberdosaannya. Apakah Alkitab mengartikan penggembalaan sebagai kata mengerikan yang berkaitan dengan pemberian hukuman atau sanksi?
Bacaan-bacaan pada hari ini berbicara tentang penggembalaan. Kitab Mazmur dan Injil Yohanes menyampaikan bahwa Tuhan adalah Sang Gembala dan umat adalah domba-domba kepunyaan Allah. Sebagaimana para gembala menjaga dan mengarahkan pada dombanya, demikian juga yang dilakukan Allah terhadap umat-Nya. Selanjutnya kepada umat-Nya Tuhan memberikan tugas supaya umat saling menggembalakan. Apa saja wujud kehidupan yang saling menggembalakan itu?
Dalam hidup bergereja, kita senang dengan penggembalaan yang bertujuan pada pemeliharaan iman melalui kotbah, renungan-renungan, perkunjungan pada yang sakit dan berbeban berat, saling mendoakan, berbagi kasih ataupun dalam wujud lain. Namun penggembalaan dalam wujud teguran, arahan, bahkan mungkin peringatan, tak selalu mudah untuk diterima. Bahkan sangat mungkin “para domba” menolak teguran dan peringatan tersebut karena tak merasa melakukan kesalahan apapun.
Sebagai domba kita membutuhkan pertolongan Allah sebab kita rapuh adanya, dan Sang Gembala Agung senantiasa hadir menyatakan rahmat-Nya. Dalam Mazmur 23 dinyatakan bahwa Allah senantiasa membawa kita pada kehidupan yang baik. Ia hadir dalam kerapuhan, ketakutan, kehidupan kita yang tiada berpengharapan. Di sini pemazmur mengatakan bahwa dalam lembah kekelaman, Ia memberikan peneguhan sehingga kita tidak takut akan bahaya.
Jaminan kehidupan ini seharusnya membawa kita kepada kehidupan persekutuan yang benar dengan Allah dan dengan sesama umat Allah. Teladan dari jemaat mula-mula dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 2: 42-47. Kehidupan jemaat mula-mula didasarkan pada kasih yang tulus. Mereka telah merasakan damai sejahtera melalui keselamatan dari Allah. Kasih Allah memampukan mereka hidup berbagi. Yang berkelebihan mencukupkan yang berkekurangan. Tindakan itu tampak melalui kebiasaan memecah roti dan berdoa. Tidak ada yang “tutup mata” saat ada saudara dalam persekutuan yang membutuhkan. Gambaran ini menjadi gambaran ideal bagi sebuah persekutuan Kristen. Ideal dalam arti komunitas Kristen yang terbuka seperti inilah yang mampu mewartakan keselamatan Allah.
Jemaat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, Situasi kehidupan dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tuhan menyediakan diri-Nya menjadi gembala kita. Terbukalah untuk digembalakan oleh Tuhan melalui gereja-Nya. Melalui gereja-Nya kita semua digembalakan untuk memulihkan dan mendamaikan! Melalui gereja-Nya pula kita dipanggil untuk saling menggembalakan. Penggembalaan itu dalam wujud bersaksi, bersekutu dan melayani. Jika ada salah satu di antara kita ada yang kedapatan melakukan kesalahan, penggembalaan dilakukan untuk pendamaian dan pemulihan, bukan untuk menghukum dan menyisihkan. Marilah kita menjadi gembala yang membawa damai yang merengkuh semua orang dengan penerimaan, cinta kasih, bertolong-tolongan, saling bantu, saling mendoakan satu di antara yang lain.
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id
https://s.gkjkronelan.or.id/informasi