“Salam Kasih Tuhan Yesus Kristus”.
Jika ditetapkan bahwa hari pahlawan adalah tanggal 10 Nopember, pasti kita semua mengerti alasannya, karena peristiwa perang di kota Surabaya, ketika arek-arek Surabaya melawan tentara Inggris dan Belanda, dan Surabaya dijuluki kota Pahlawan. Pertanyaannya adalah, apakah untuk menjadi pahlawan harus dengan cara berperang? Padahal perang merupakan kegagalan manusia mencipta relasi dan komunikasi, bahkan peperangan adalah bentuk kekerasan yang direncanakan yang menghasilkan derita, juga kesengsaraan.
Dengan demikian perlu penerjemahan ulang untuk mengartikan peperangan, jangan hanya dijadikan sarana untuk mendapatkan pahlawan karena dilemanya adalah kesengsaraan. Saat ini ada yang lebih diprioritaskan untuk diperangi selain pandemi , ya kekerasan itu sendiri termasuk perang di dalamnya.
Artinya, semula perang dijadikan mesin pencetak pahlawan, tetapi kini semakin dimengerti bahwa perang menjadi satu di antara bencana di dunia, sehingga peperangan bukan pilihan kehidupan tetapi kematian.
Maka bacaan kita di Matius, menuliskan bagaimana Yesus Kristus mengajak menerjemahkan ulang ajaran nenek moyang tentang pembunuhan yang semula hanya sebatas fenomena hukum, tetapi kini menjadi bukti relasi hati kita, mengasihi sesama, bahkan marah saja bisa jadi kendala bahkan sumber bencana yang berbahaya dalam kehidupan, apalagi jika kemarahan dalam bentuk massal, diprovokasi dan ditunggangi banyak kepentingan.
Untuk melakukan aksi unjuk rasa atau demo, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu pemberitahuan tertulis kepada Polri yang memuat: Maksud dan tujuan, tempat, lokasi, route, waktu dan lama pelaksanaan, bentuk, penanggungjawab, nama dan alamat organisasi, kelompok, perorangan, alat peraga yang digunakan dan seterusnya
Ini semua adalah cara pencegahan agar unjuk rasa tidak melebar, dan buyar ke mana mana, yang bisa berbahaya bagi warga Negara
Ini sama ketika Tuhan Yesus menyarankan bagi yang hatinya penuh kemarahan dan emosi disarankan dihukum, ini bukti dari sebuah pencegahan dari Tuhan yang juga bagian dari pilihan kehidupan.
Memilih hidup di dalam Tuhan tidak cukup hanya ditunjukkan secara formal dan ritual. Rajin dan aktif ibadat di gereja, tetapi dengan tetangga dan masyarakat berlaga dan bermain silat, alias selalu bertempur dan tidak pernah akur.
Maka Tuhan Yesus dengan serius memberi teladan persembahan yang tidak sah dan tidak indah, ketika persembahan kepada Tuhan diberikan dengan masih meninggalkan perasaan permusuhan dengan teman, ini mesthi diselesaikan.
Saudara-Saudara jika bersama Tuhan kita memilih hidup, artinya kita menyadari bahwa kehidupan senantiasa ada perubahan dan pergantian, demikian juga berkomunikasi dan berelasi dengan sesama manusia, biar saja dengan mendasarkan dengan firman Tuhan yang diwariskan oleh nenek moyang, tetapi mesthi di diterjemahkan ulang, baik pengertian dan tindakan, selanjutnya supaya hal ini tidak sebatas wacana dalam ibadat ritual tetapi dinyatakan dalam tindakan sosial keseharian. Amin
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id
https://linktr.ee/gkjkronelan