Salam Kasih Tuhan Yesus Kristus. 5 hari yang lalu merupakan peringatan Hari Kasih Sayang atau Valentine Day, yang jelas antusias adalah para pemuda remaja, dengan semangat memberikan dan mendapatkan coklat dari sahabat, teman juga gebetan. Apakah yang tua tidak boleh merayakan? Tentu tidak demikian, tetapi faktanya para anak mudalah yang menjadikan ini tradisi yang mesti dijalani , jika tidak, rugi katanya, apalagi jika ada hati yang hendak di tembak, Dorrr! I Love You.
Kasih sayang mestinya mulia tujuannya, tetapi awas bisa menjadi ganas jika ternyata dijadikan alasan untuk memuaskan emosi dan ambisi duniawi. Ini terjadi bukan hanya dalam kehidupan keseharian, tetapi juga dalam dunia pelayanan.
Mungkin ada yang pernah mendengar kabar meninggalnya pendeta yang berwibawa dan berkharisma, ketika ia ternyata bisa mati juga, maka jemaatnya percaya ia akan dibangkitkan oleh Tuhan karena kekuatan cinta dan doa dari jemaatnya. Bayangkan jika ini benar-benar terjadi, bisa bisa ada Paskah versi ketiga: pertama oleh orang Yahudi yang memperingati keluarnya Israel dari Mesir, kedua kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, ketiga kebangkitan pendeta Indonesia yang sakti mandraguna.
Ini bukti cinta manusia yang hanya mendengarkan emosi dan ambisi manusiawi dan tidak mendengarkan suara Tuhan, bahwa manusia yang mulia tetapi ada batas usianya. Tujuh puluh atau delapan puluh, jika kuat, ingat itu hibur Kitab Mazmur. Sehingga peristiwa Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung atau transfigurasi, karena terjadi perubahan situasi bumi ke sorgawi, Yesus yang ada mendunia ternyata memiliki kemuliaan Tuhan, supaya kita tidak terkecoh akan kemuliaan manusia dan dunia.
Setelah Petrus, Yakobus dan Yohannes terpesona dan terpenjara pada penampakan tokoh rohani bangsa Yahudi yang melegenda Musa dan Elia, sama dengan cerita jemaat gereja yang percaya pendetanya yang mati dan pasti bangkit kembali, ternyata semua sia-sia
Ternyata kembali kemuliaan dunia menggoda, ketika Petrus berfikiran mendirikan kemah untuk Tuhan Yesus, Musa dan Elia, mestinya dalam suasana kemuliaan sorgawi, sementara tidak hanya berorientasi pada materi saja, tetapi bukankah sampai hari ini banyak di antara kita yang menafsirkan kemuliaan Tuhan dalam diri kita bahkan gereja dengan ukuran kekayaan sebagai bentuk kesuksesan (Teologi sukses).
Akhirnya dengan peristiwa kemuliaan, Tuhan hendak menunjukkan bahwa hanya Tuhan yang ada sentiasa tak berkesudahan, tapi sayangnya pengertian tentang ini di hati terkontaminasi dan tersaingi materi bumi yang lebih menarik hati, sehingga kita lebih asyik bermain dengan kekayaan daripada bermain dengan Tuhan. Bersyukurlah bagi kita yang cerdas rohani dengan menggunakan kekayaan untuk memuliakan Tuhan ,maka konsekuensinya kekayaan yang kita cari harus sesuai jalur Ilahi, bukan korupsi. Amin.
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id
https://linktr.ee/gkjkronelan