Ketika kita berada dalam gelap, kita tidak mampu melihat sekitar kita. Akibatnya, kita tidak dapat leluasa bergerak. Kita menjadi kuatir apabila kita bergerak atau berpindah posisi, kita akan mendapat celaka. Oleh karena itu, ketika berada di dalam gelap, kita sangat rindu akan hadirnya terang. Kita berharap terang akan datang mengusir kegelapan. Kehadiran terang membuat gelap itu menjadi sirna.
Hidup yang kita jalani dapat kita gambarkan demikian. Ketika kita berada dalam “gelap”, rasanya kita tidak dapat melihat apa-apa. Kita menjadi hilang harapan, tidak ada solusi yang kita temukan, karena kita tidak dapat “melihat” dan berpikir dengan jernih. “Kegelapan” dalam hidup kita dapat berupa situasi duka atau derita. Tetapi juga dapat berupa perbuatan gelap hidup kita sendiri yang jauh dari Allah. Dalam situasi seperti itu diperlukan kesadaran dan motivasi kita untuk membuka diri menerima “Terang”, agar kehadiran “Terang” itu tidak terhalang.
Jemaat yang terkasih, Firman Tuhan hari ini menegaskan kepada kita bahwa Yesus adalah Terang Dunia. Terang adalah ketiadaan gelap. Di mana ada terang, di situ gelap akan sirna. Allah hadir di tengah manusia dalam wujud Yesus. IA hadir sebagai terang yang menyingkirkan kegelapan.
Orang banyak yang mengikuti Yesus adalah orang-orang yang menghadapi tekanan di bawah pemerintahan Romawi. Penderitaan yang mereka alami bukan hanya berkenaan dengan penderitaan fisik dan ekonomi, namun juga penderitaan secara mental. Kebebasan mereka terbelenggu. Untuk itulah, setelah Yesus berkata dalam Matius 4 : 16 dengan mengutip Yesaya 9 : 1, bahwa Ia adalah Terang Dunia, Yesus melanjutkan dengan memberikan kekuatan kepada orang banyak itu dan berkata dalam pasal berikutnya, yaitu Matius 5 : 14, “Kamu adalah terang dunia”.
Orang yang percaya kepada Yesus telah melihat Terang Dunia. Mereka memancarkan pula terang-Nya. Oleh karena itu, semestinya orang percaya hidup sebagaimana terang dunia. Yesus mengingatkan para pendengar pada waktu itu bahwa “mereka adalah terang dunia”. Dalam situasi penuh dengan tekanan, Yesus menyadarkan para pendengar tentang identitas mereka. Sekalipun situasi di sekitar mereka “gelap”, namun hendaknya kehidupan mereka memancarkan “terang” sebab itulah hakekat mereka, yaitu “sebagai terang” bukan “menjadi terang”.
Sebuah lampu atau pelita (pada zaman Yesus) akan berfungsi dengan baik di dalam gelap dan di tempat yang terbuka. Sia-sia jika kita menyalakan lampu apabila lampu itu kita tutup. Sama halnya, sia-sia kita menyalakan pelita apabila pelita itu kita letakkan di bawah gantang (alat untuk mengukur volume biji-bijian). Lampu atau pelita yang menyala akan ditempatkan di tempat yang tinggi, agar nyalanya dapat menyinari sekitar. Kehidupan semacam ini adalah kehidupan yang memberi dampak pada sekitar. Bagaimanakah caranya?
- Senantiasa menyadari identitas kita sebagai “terang dunia” Mat. 5 : 14). Ke mana pun kita pergi, tanggung jawab untuk hidup sebagai terang ada di pundak kita. Oleh karena itu, di mana pun kita berada hendaknya dapat memberikan pengaruh yang positif bagi sekitar
- Menjadikan Tuhan sebagai poros hidup, sehingga segala yang “keluar” dari kehidupan kita dapat memancarkan terang (Mat. 6 : 22-24). Terang dalam hidup kit perlu dijaga agar senantiasa menyala dan memberi sinar bagi sekitar. Untuk itulah, kita perlu terus memelihara kehidupan rohani kita. Amin
Media Sosial Kami
https://gkjkronelan.or.id
https://linktr.ee/gkjkronelan